Sabtu, Februari 23, 2008

Perlu Bantuan Kursi Roda


¨Aslimah

Musim ujian untuk anak-anak sekolah hampir tiba. Mereka sibuk menyiapkan diri agar bisa lulus dengan nilai yang terbaik. Dan untuk itu, tak sedikit yang mengikuti bimbingan belajar (bimbel) seperti di Primagama, Neutron dan lain sebagainya. Uang tidak jadi masalah. Karena lulus dengan nilai yang terbaik, itulah yang jadi impian.

Kalau kebanyakan siswa terutama dari anak berduit bisa dengan leluasa mengikuti les maupun bimbingan belajar dengan tenang, namun tidak dengan Aslimah. Siswa SMA PGRI 1 Kudus ini, memang selalu saja tersenyum meski keadaan menghimpit.

Dia yang juga sedang mempersiapkan diri menghadapi ujian sebagaimana teman-temannya yang lain, harus bergelut dengan ketidaknyamanan memakai kursi rodanya yang dirasakan semakin sempit dan kecil.

Aslimah adalah anak yang kurang beruntung. Ia dilahirkan tanpa kaki yang utuh. Jari tangan kanannya juga tidak lengkap. Namun semangatnya untuk belajar, sangat luar biasa.

Ya, meski terlahir sebagai penderita difable, ia selalu bersyukur kepada Allah. Namun dibalik semuanya itu, ia tetaplah anak yang butuh perhatian dan bantuan. Apalagi dia berasal dari anak kurang mampu.

"Untuk sekolah, alhamdulillah ada yang membantu biaya sampai sekarang. Yaitu Ester Whit, kenalannya saat ia belajar di Jogja. Tapi untuk yang lain-lain saya juga masih kebingungan. Karena tidak bisa seratus persen mengandalkan dari keluarga," katanya.

Seperti saat ini, katanya, saya butuh kursi roda. "Yang ini sudah kecil, mas. Jadi kalau jalan tidak nyaman. Makanya, saya mau minta mas ngajarin bikin proposal untuk meminta bantuan Pak Bupati. Saya mau minta bantuan kursi roda."

Ya, kursi roda bagi Aslimah sangat lah vital. Kursi roda itulah yang menjadi pengganti kakinya kemana pun ia pergi. Terutama ke sekolah setiap pagi. Karena untuk naik angkot, banyak supir yang tidak menerima. [] Rosidi


Jumat, Februari 08, 2008

Holiday Ceria di Taman Krida

Kudus memang terbilang kota kecil di Provinsi Jawa Tengah. Namun, siapa yang menyangkal bahwa di kota ini, banyak hal yang membuat betah orang terutama anak-anak untuk tinggal berlama-lama ataupun berliburan.
Di kota ini, nih, banyak kawasan wisata yang sangat mengasyikkan. Dimana tempat-tempat tersebut selalu ramai dikunjungi masyarakat bersama keluarganya, apalagi pada saat liburan (holiday).
Nah, salah satu tempat wisata di kota Kretek ini adalah Taman Krida Wisata Kudus di kompleks GOR Wergu Wetan Kudus, yang bersebelahan dengan kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) kota Kudus.
Pada saat liburan, tempat ini selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat. Pagi hari, sebelum jam menunjukkan pukul 07.00, taman ini sudah begitu ramainya. Tak hanya-anak yang riuh dengan permainan di sana. Orang-orang tua pun tak kalah sibuk. Mereka menemani anak-anaknya berenang di Water Boom, bermain ayunan, naik angsa di kolam atau naik patung hewan yang ada di situ.
Di taman ini, juga terdapat patung-patung hewan seperti patung Gajah, Dinasaurus, Komodo, dan lain sebagainya. Eh, di sini juga ada keranya, lho. Yang ini bukan patung. Tapi hewan beneran yang masih hidup. Sehingga anak-anak bisa bercanda ria dan ngasih makan kera-kera itu, tentunya.
Setelah lelah bermain, jangan khawatir akan kelaparan dan kehausan. Karena di dalam taman, ada para penjual minuman dan makanan kecil untuk mengisi perut. Tentu saja bukan pedagang liar. Tapi pedagang yang sudah ditata sedemikian rupa oleh Disparbud untuk melayani para pengunjung di dalam taman.
Agar para pengunjung yang datang betah dan kersana, Disparbud pun senantiasa berbenah untuk memanjakannya. Permainan-permainan yang ada pun, selalu ditambah.
Pokoknya asyik, deh, mengisi liburan di Taman Krida Wisata ini. Kita bisa bercengkerama dengan keluarga, bercanda ria. Dan yang penting, para orang tua bisa mencurahkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya dengan liburan dan bermain di sini.
Tidak usah bayar mahal untuk masuk ke taman ini. Cukup dengan membayar uang tiket sebesar tiga ribu perak per orang, pengunjung bisa sepuasnya menikmati taman bersama keluarga. Nah, jangan ketinggalan … [J] Rosidi

Beburu Berkah Air "Sumur Tolak"


Secara fisik, terlihat tidak ada yang membedakan sumur itu dengan sumur –sumur lainnya. Kecuali bangunan sederhana dengan ukuran sekitar 2 x 3 meter yang dibuat secara khusu sebagai pelindung. Namun mengapa sore itu, Rabu (22/1/2008) banyak warga berduyun-duyun membawa jerigen, teko dan botol aqua dengan ukuran besar, yang dipergunakan untuk mengambil air di sana?
Sumur tolak. Demikian sumur itu dikenal oleh masyarakat setempat. Konon, sumur ini adalah peninggalan Syaikh Abdurrahman, salah seorang murid kinasih (kesayangan) kanjeng Sunan Kudus.
Asal muasal sumur yang berlokasi sekitar 2 kilometer arah utara Menara Kudus, ini adalah dari bekas tombak Syaikh Abdurrahman. Menurut empunya cerita, dulu kerajaan Majapahit Hindu terusik dengan majunya kerajaan Islam Demak. Sehingga diadakanlah penyerangan lewat arah utara yaitu melewati Kudus.
Namun sesampai di utara menara Kudus, yaitu sebelum sumur tolak, para prajurit kerajaan Majapahit kelelahan dan kehausan. Melihat musuh yang akan menyerangnya kelelahan dan kehausan, Syaikh Abdurrahman pun kasihan dan membantunya dengan memberi air minum sebagai "Tombo Ngelak" (TOLAK) atau "pelepas dahaga".
Warga sekitar sumur tolak percaya, sumur peninggalan Syaikh Abdurrahman itu memiliki karomah dari Allah Swt. Sehinga setahun sekali, pada pertengahan bulan Suro (Muharram), mereka berduyun-duyun mengambil air di sumur tersebut.
Namun sebelum airnya diambil, terlebih dahulu diadakan ritual pada hari-hari sebelumnya, yaitu dengan membaca kalam-kalam Ilahi, berdzikir dan berdo'a kepada Allah.[] Rosidi

Selasa, Januari 22, 2008

Ungkapan Syukur kepada Dewa Bumi

Prosesi Bwee Gwee

PROSESI Bwee Gee, yakni mengucapkan terima kasih untuk Dewa Bumi, Minggu (20/1) pagi, dirayakan secara meriah di Kelenteng Hok Hien Bio, Jl Agil Kusumadya, Kudus. Ribuan orang terlihat begitu antusias saat perwakilan 28 kelenteng dari berbagai kota di Pulau Jawa mengarak dewa pujaannya di sejumlah ruas jalan utama.

Antusias publik, baik yang mengikuti ritual tersebut maupun yang menonton sudah terlihat berkerumun di tempat persembahyangan tersebut sejak pukul 07.00. Mereka bahkan berjajar di tepi jalan untuk melihat arak-arakan.

Menurut Ketua Panitia Bwee Gwee Kudus 2008, Liong Kuo Tjun, pihaknya sudah melakukan kegiatan seperti itu selama empat tahun berturut-turut.

Prosesi itu sendiri sebenarnya berawal dari sosok Dewa Bumi, Hok Tik Ching Sin, yang dianggap jujur dan bijaksana. "Ini ucapan terima kasih dan syukur kepada Dewa Bumi," katanya, Minggu.

Dijelaskan, ada tiga hal yang menjadi maksud perayaan tersebut. Pertama, mengucap syukur kepada Dewa Bumi yang telah menjaga dan memelihara alam semesta sepanjang tahun ini.

Kedua, berharap keteladanannya untuk dapat mengilhami para pemimpin negara, agar rakyat Indonesia dapat hidup lebih makmur, aman dan damai. Sedangkan Jud Bio yakni mengarak arca dewa, terkandung maksud agar dewa senantiasa merakyat dan bersatu dengan kita semua.

"Untuk tahun ini terdapat perwakilan arak-arakan dari 28 kelenteng di Jawa," tandasnya.

Kebersamaan

Rupanya, kebersamaan juga dirasakan dalam prosesi tersebut. Meski berasal dari berbagai kepercayaan, mereka dapat melakukan kegiatan secara bersama-sama. "Selain arca dewa, arca Bagawan Ismaya atau dikenal sebagai Semar," ungkapnya.

Yang paling ditunggu masyarakat, tentunya acara arak-arakan. Pasalnya, mereka dapat menyaksikan aneka gaya umat dalam mengangkat arca yang diletakkan di tandu.

Diselingi bunyi tambur dan bau hio yang menyengat, sejumlah orang terlihat khidmat berdoa di pinggir jalan selama arak-arakan melintas. Mereka terlihat terkesima dengan atraksi yang dibawakan para perwakilan kelenteng.(Anton WH-19)


Suara Merdeka

22 Januari 2008

Jumat, Januari 18, 2008

PEDAGANG CINDERAMATA BOROBUDUR KIAN TERPURUK

Dari Perjalanan ke Borobudur

Lukisan dan kaligrafi dari bambu itu terlihat sangat indah. Patung – patung dengan berbagai bentuk yang terbuat dari fiber dan gipp, tak kalah menarik untuk dilihat dan dinikmati. Gelang, seruling dan ballpoint dari bambu serta cincin dari monel, juga sangat menawan.

Ya, suasana itu terlihat di kawasan wisata Bodobudur, Magelang Jawa Tengah. Candi, yang dulu, merupakan salah satu dari 7 keajaiban dunia dan telah menjadi tempat rekreasi internasional.

Di sana, banyak para pedagang yang menjajakan souvenir buat para pelancong atau wisatawan baik lokal maupun wisatawan mancanegara. Dari berdagang barang kerajinan seni itu, para pedagang berharap mendapat rizki untuk menyambung nyawa dan bekal mencukupi kehidupan keluarganya.

Dulu, kerajinan seni dari para para pengrajin nusantara yang dijual di kawasan wisata tersebut, sangat ramai. Sehingga para pedagang pun mempunyai penghasilan yang cukup untuk keluarga dan menyekolahkan anaknya.


Sepi

Namun keramaian pengunjung di Borobudur saat ini, tidak lagi bisa diharapkan. Tidak banyak lagi para pengunjung yang tertarik untuk membeli cinderamata di sini. Terutama para wisatawan lokal. Apalagi setalah pemerintah menaikkan harga-harga barang terutama BBM. Ditambah lagi adanya bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini.

“Sekarang sepi. Tidak banyak orang yang membeli dagangan kami. Paling cuma lewat dan lihat – lihat,” ujar Darmadi (52), salah seorang pedagang.

Lelaki yang sudah berdagang sejak 1995 itu, kini kian resah. Pasalnya, ia harus menghidupi keluarganya dan menyekolahkan anak-anaknya. “Sedih, mas. Karena penghasilan tidak menentu. Padahal kerajinan yang kami jual sangat murah.”

Ia menyontohkan, untuk patung kecil dari fiber harganya cuma Rp. 5000. Sedang patung semacam yang terbuat dari Gipp, hanya Rp. 3000. Galar, hiasan dinding dari bambu bertuliskan kaligrafi atau lukisan, hanya Rp. 4000. “Murah, kan?” katanya dengan nada tanya.

Lesunya pasar seni kerajinan di kawasan wisata candi Borobudur, itu diakui oleh Muslimah (29). Ibu satu anak dan istri dari Wakid (35) yang sehari – hari menjadi petani ini mengatakan, sekarang tidak banyak wisatawan yang membeli souvenir, apalagi wisatawan domestik.

“Setelah ada kenaikan BBM dan bencana beberapa waktu lalu, pasar seni dan kerajinan yang banyak dijual, semakin sepi," keluhnya.


Butuh perhatian

Lesunya pasar seni dan kerajinan di kawasan wisata candi borobudur dan kawasan wisata lain yang ada di Indonesia, harus segera disikapi dan dicarikan solusi. “Selama ini pemerintah hanya mengurusi masalah lapak atau tempat berdagang saja,” ujar Darmadi yang diamini para pedagang lain.

Untuk itu, ke depan, pemerintah harus lebih memperhatikan dan tidak hanya mengurusi masalah lapak saja. Masalah promosi juga menjadi hal yang harus menjadi perhatian agar pasar seni internasional bergairah kembali. (J) Rosidi


Template Design | Elque 2007