Rabu, Januari 02, 2008

LORAM: POTRET DESA SEGUDANG KREATIFITAS



Faisal Saputro (15) nampak sibuk dengan pekerjaannya. Ia memberikan label pada sabuk-sabuk yang terbuat dari kalep. Satu per satu ia memasangnya. Setelah dipasangi label atau merk, sabuk siap untuk dipasarkan.

Itulah aktifitas sehari-hari Siswa kelas 1 SMEA Bhakti Kudus itu. Sepulang sekolah, ia selalu membatu usaha kerajinan sabuk yang dirintis Sutirman (36), bapaknya, sejak 5 tahun lalu.

Sebelum memulai usahanya, suami Sunarti (33) dan ayah dari Faisal Saputro (15) dan Umi Latifah (4,5), ini pernah ikut bekerja pada pengusaha kerajinan sabuk. Setelah bisa, ia keluar dan mencoba peruntungan dengan mendirikan usaha kerajinan sendiri. Kini, usaha kecil-kecilan yang dirintisnya dengan susah payah, itu telah memiliki 3 tenaga kerja.

Distribusinya, di kudus, grobogan dan demak. Terkadang juga dapat pesanan dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kalimantan mas,” terangnya ketika di temui di rumahnya di Desa Loram Kulon, yang tak jauh letaknya dari MA. Miftahul Ulum.

Kesibukan yang sama terlihat di rumah Masdi (34), pengusaha konveksi Tas yang sudah dijalankannya lebih dari 6 tahun lalu. Beberapa karyawan nampak sibuk ketika Jum’at (24/11) lalu, INFO KUDUS bertandang ke sana. Ada yang memotong kain. Ada yang menjahit. Dan ada juga yang mengemasi tas yang udah jadi dan siap dipasrkan.

Usaha konveksi tas suami Ngatmi (27) ini, sebenarnya pernah mengalami kejayaan. Yaitu dengan merk La Tansa yang pernah dipopulerkannya. Namun sayang, mereka harus jatuh karena banyak pengusaha konveksi lain yang meniru produknya.

Sebenarnya, dulu kami pernah terkenal dengan merk La Tansa. Tapi setelah banyak yang membajak, akhirnya usaha kami agak surut,” sesal Ngatmi, yang saat itu baru saja beristirahat karena karyawannya tidak jadi lembur disebabkan listrik padam.


Kreatif

Desa Loram, memang menjadi salah satu fenomena di kota kudus. Loram yang terbagi antara Loram Wetan dengan luas wilayah mencapai usaha-1.jpg150.39 ha. dan Loram Kulon yang mempunyai luas wilayah 199.08 ha., memiliki kesamaan. Yaitu masyarakat yang kreatif sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri.

Loram Wetan saat ini, setidaknya memiliki tidak kurang dari 30 home industry yang rata – rata memiliki tenaga kerja 3 sampai 10 orang. Kalau dipukul rata setiap home industry itu memilik 5 orang pekerja saja, maka sudah menyerap 150 tenaga kerja.

Ini tentu saja mengurangi beban pemerintah daerah dalam rangka menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Apalagi di era otonomi daerah yang diberlakukan sejak 1999 lalu.

Sementara di Loram Kulon, berdiri tak kurang dari 35 home industry atau pengusaha kecil, mulai dari konvekksi tas, pakaian, kerajinan sabuk, dan lain sebagainya.

Besarnya potensi dan kreatifitas masyarakat, ini juga telah memikat perhatian banyak kalangan. Tak kurang, sambutan hangat dan rasa bangga, telontar dari Bambang SP dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kudus.

Dalam usaha peningkatan mutu dan kualitas, dinas perdagangan dan perindustrian lewat bidang terkait melakukan pendampingan kepada kelompok usaha bersama (KUB) yang ada,” katanya.

Selain itu, tukas Bambang, Depperindag juga membantu panataan manajemen seperti bagaimana administrasi pembukuan yang benar, mencari izin usaha, dan mengadakan penyuluhan-penyuluhan dengan menggandeng para akademisi untuk memberikan penjelasan bagaimana mengelola sebuah usaha.”

Jadi, Bambang menambahkan, sebenarnya Depperindag sudah memikirkan bagaimana penguatan SDM, juga penguatan dalam manajemen, termasuk bagaimana pola distribusi dan memberikan ruang bagi promosi para pengusaha.


Bangga

Potensi dan tingginya kreatifitas yang dimiliki oleh masyarakat Desa Loram baik Loram Wetan maupun Loram Kulon, tak ayal membuat bangga banyak kalangan.

H. Sufyan, misalnya. Kepala Desa Loram Kulon merasa senang dengan banyaknya industri kecil yang banyak berdiri di desa yang dipimpinnya. “Ya, saya sangat bangga dan senang. Karena dengan banyaknya Industri kecil yang ada, maka akan mengurangi pengangguran di masyarakat.

Hal senada dikemukakan Sri Hartati, SH, Lurah Loram Wetan. Dalam pandangannya, loram adalah desa yang sangat membanggakan, karena banyak membantu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

Tak jauh berbeda dengan Rustamaji, wartawan Jawa Pos Radar Kudus. Ia melihat, loram adalah desa yang unik dan punya potensi besar untuk dikebangkan menjadi kawasan industri kerajinan atau home industry.

Saya memang bukan asli warga Kudus. Tapi saya sudah lama hidup di sini. Dan saya telah mendengar banyak hal tentang Loram. Desa yang masyarakatnya dikenal cerdas dalam menciptakan sebuah produk atau karya.”

Namun begitu ia berpesan, agar sebisa mungkin, karya yang dihasilkan, adalah karya orisinal masyarakat Loram. Bukan meniru. “Produk aspal (asli tapi palsu, red) memang murah. Tapi ia tidak akan bertahan lama. Hanya produk orisinal yang memiliki ciri khas tertentu lah, yang akan tetap eksis di persaingan global,” tandasnya. [Rosidi/IK]

diambil dari: www.infokudus.wordpress.com






1 komentar:

Wo Jia mengatakan...

ga salah memang kalo loram di sebut "Jepangnya Kudus" bangga aku jadi anak loram kulon :D

Template Design | Elque 2007