Jumat, Januari 11, 2008

MEMUPUK HARAPAN YANG NYARIS KANDAS

Panti Sosial Bina Netra Pendowo Kudus

Terlahir cacat memang tidak menyenangkan. Namun itu tidak harus menjadi alasan larut dalam kesedihan. Karena harapan untuk mewujudkan impian dan cita - cita, tetap terbuka lebar.

MEMASUKI halaman Panti Tuna Netra dan Tuna Rungu Wicara (PTN & TRW) Pendowo Kudus, suasana nampak sepi. Hanya beberapa pegawai yang berseliweran dan dua orang yang saat itu lagi duduk-duduk di pos penjagaan.
Maklum, karena siang itu, saat kami bertandang, para siswa panti sedang makan siang bersama. Saat kami diajak melihat-lihat ruang makan panti tersebut, nampak para siswa sedang menikmati masakan ala kadarnya. Mereka duduk berjajar. Di sebelah barat ruangan, duduk berjajar murid Tuna Netra. Sementara di sebelah timur, murid Tuna Rungu.
Sesekali, gelak tawa mereka terdengar, menimpali sendau gurau kawan-kawannya yang terdengar kocak saat bercanda. Televisi 14 inchi di ruangan itu, juga menjadi teman setia mereka saat makan dan istirahat.
Usai makan, mereka membaca do’a bersama, sebagai ucapan syukur pada Tuhan atas nikmat yang telah diberikannya. Setelah itu, sekelompok siswa membersihkan ruang makan. Sebagian lain nampak membawa piring dan peralatan makan untuk dicuci.
“Meski Tuna Netra dan Tuna Rungu, mereka tetap harus belajar berdidiplin, bergotong royong, membagi tugas dan saling membantu,” kata Anna Setyowati S.Sos, pegawai urusan penyantun yang saat itu mendampingi.

Serba – serbi Panti
Keberadaan PTN & TRW Pendowo Kudus yang beralamat di Jalan Pendowo No.10 Mlati Lor, ternyata memberi harapan tersendiri bagi para penyandang Tuna Netra dan Tuna Rungu. Tidak hanya di Kudus, juga para penyandang cacat serupa dari berbagai kota atau kabupaten di negeri ini. Paling tidak, itulah yang dirasakan Rasyidi, salah seorang siswa Tuna Netra yang berasal dari Demak. Lelaki kelahiran Jatisono, Gajah, Demak 30 tahun silam ini, merasa beruntung karena bisa belajar di Pendowo. “Saya sangat bersyukur bisa belajar di sini. Kalau di rumah, pasti saya cuma bisa bengong. Di sini banyak teman, bisa belajar, terutama belajar pijat untuk masa depan saya,” katanya.
Saat ini, lanjut laki-laki yang sebenarnya bercita-cita menjadi atlet Tolak Peluru, Saya menekuni pijat, sebagai bekal mencari rizki setelah lulus dari sini. “Meski buta, saya nggak bisa bergantung dengan orang lain terus-menerus.”
Tidak hanya Rasyidi. Perasaan yang sama dikemukakan Muallifah, penghuni panti asal Colo Kudus. Ia yang baru setengah tahun belajar di panti, merasa senang karena mempunyai banyak teman di sini. “Di sini saya banyak teman yang bisa diajak bercanda,” ungkapnya.
Gadis yang berperawakan manis ini, meski sebenarnya tidak mengalami Tuna Netra maupun Tuna Rungu, namun oleh salah seorang anggota keluarganya dititipkan di Panti. “Daya berpikirnya jauh di bawah rata-rata orang normal. Makanya ia ditaruh di sini,” kata salah seorang pegawai.
Meski kebanyakan penghuni panti mengaku senang tinggal di panti Pendowo ini, namun ada juga yang kurang menikmati rasa kekeluargaan yang terbina. “Tidak semangat. Semangatnya kalau sore saja. Nyanyi-nyanyi,” ujar Noor Shodiq, penghuni panti asal Limbangan, Kendal
Namun, setelah ditanya lebih jauh, ternyata diakui bahwa ia baru beberapa bulan tinggal dan belajar di panti. Yaitu sejak Januari 2007 lalu.
Rasa kekeluargaan yang ada di Pendowo, ternyata menjadi sesuatu yang menjadikan para penghuninya kerasan, disamping alasan lain yang dimiliki masing-masing penghuni panti.
Darmi dan Sumi’ah, misalnya. Dua ibu ini merasa sangat senang karena bisa membantu anak-anak panti. “Di sini gajinya besar. Gajinya pahala. Nanti kalau di akhirat,” kata mereka berkelakar

Ramah dan Sabar
Apa yang menjadikan para peng-huni Panti merasa nyaman dan betah? “Bapak dan Ibu guru dan pembimbingnya ba- ik dan sabar,” ujar Rasyidi. Penilaian serupa dikemu-kakan teman-temannya saat ditanya IK tentang kesannya tinggal di Pendowo.
Keramahan dan kesabaran para pembimbing itulah, yang rupanya membuat mereka para penghuni Panti nyaman. Selain ilmu dan ketrampilan lain bagi masa depan mereka tentunya.
Masalah keramahan dan kesabaran para pembimbing di panti, ternyata menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki para pegawai. “Ya, kami di sini harus sabar dan bertindak seramah mungkin terhadap anak-anak. Agar mereka kerasan. Karena kita menghadapi orang yang tidak biasa, tetapi orang-orang yang memiliki kelemahan secara fisik,” tutur Chasanatin, SH. kepada IK yang dibenarkan, yang didampingi Anna Setyowati S.Sos.
Ya, keramahan dan kesabaran itulah, yang ditanamkan para Bapak dan Ibu pembimbing di Panti, sebagai bekal mengarungi hidup selepas dari Panti. “Keramahan dan kesabaran itu pula yang memupuk harapan orang-orang kurang beruntung itu yang nyaris kandas, karena keadaan,” terang Chasanatin. [J] Rosidi, Nasrur

0 komentar:

Template Design | Elque 2007