Minggu, Januari 13, 2008

WISATA KOTA KRETEK



Salah satu kebanggaan masyarakat Kudus dan negeri ini, salah satunya adalah adanya pengakuan dunia internasional bahwa rokok kretek adalah murni penemuan putera bangsa Indonesia.

Dalam sejarahnya, rokok kretek ditemukan oleh H. Djamhari yang kemudian dikembangkan oleh konglomerat Kudus bernama Ki Nitisemito. Ki Nitisemito sendiri merupakan salah satu legenda dan pengusaha rokok kretek di Indonesia dengan produknya “Bal Tiga” yang terkenal pada masanya.

Kini, rokok kretek telah menjadi salah satu tulang punggung perekonomian rakyat di berbagai daerah seperti Kudus dan Malang. Ratusan ribu tenaga kerja terserap di sini. Tentunya ini meringankan beban Negara untuk menyiapkan lapangan kerja bagi rakyatnya. Selain itu, pendapatan Negara dari hasil bea cukai perusahaan rokok tidak lah sedikit.

PT. Drajum Kudus saja, menurut laporan tahun 2006, per hari memberikan kontribusi kepada Negara sekitar 23.32 Triliun. Ini belum perusahaan rokok lain seperti Sampoerna, Gudang Garam, Bentoel, Nojorono, Sukun, Djambu Bol dan lain sebagainya. Besarnya penghasilan Negara dari bea cukai rokok, ini tentu berperan sangat signifikan bagi pembangunan Negara.


Musem kretek

Segala sesuatu pasti punya sejarah. Tak terkecuali rokok kretek ini. Keberhasilan perusahaan-perusahaan rokok kretek raksasa yang ada, bukanlah datang dan didapat secara tiba-tiba. Tetapi sejarah panjang dan perjalanan yang melelahkan harus dilalui.

Sejarah panjang dan perjalanan perkretekan di Indonesia, dapat kita baca dan saksikan dalam museum kretek yang ada di Kudus. Sebuah museum yang di dalamnya sejarah rokok kretek terseimpan. Mesuem ini juga mempunyai miniature proses pembuatan rokok mulai dari awal hingga dipasarkan.

Saying, keberadaan museum ini kurang begitu dikenal oleh masyarakat secara luas. Padahal, museum ini selain sebagai tujuan wisata, juga bisa dijadikan sebagai tempat riset (penelitian) ilmiah pelajar dan mahasiswa.

Karenanya, pemerintah daerah hendaknya memperhatikan keberadaan yang secara structural, seharusnya berada di bawah dinas pariwisata dan kebudayaan. Pertama, memperbanyak sosialisasi tentang keberadaan museum ini hingga tingkat nasional dan internasional.

Kalau mau jujur, sosialisasi di tingkat local dan regional terhadap keberadaan museum kretek ini sangat lah kurang. Sehingga kurang dikenal. Ironisnya, museum cagar budaya ini dijadikan sebagai ajarng memadu kasih para remaja.

Kedua, mempercantik museum dan penambahan fasilitas. Keberadaan museum kretek saat ini, kurang lah menarik bagi pengunjung. Selain koleksi yang terlihat kotor, fasilitas pendukung yang bisa merangsang pengunjung untuk datang juga sangat kurang. Hanya ada satu bangunan pendukung, yaitu rumah adat sumbangan dari PT. Djarum.

Ketiga, menjalin kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi dan dinas terkait untuk melaksanakan riset serta diskusi dan seminar. Dengan ini, maka sosialisasi secara tidak langsung akan lebih meluas di kalangan masyarakat.


Wisata Kretek

Sebagai satu-satunya kota yang memiliki museum perkretekan, maka sudah selayaknya hal itu bisa memberikan kontribusi positif. Tidak hanya sebagai tujuan wisata sejarah, tetapi di lain pihak juga memberi wacana tersendiri tentang intelektualisme dan jarring perekonomian kerakyatan yang melingkari.

Untuk mewujudkan museum kretek sebagai satu-satunya wisata kota kretek di Indonesia, sebenanrnya tidak terlalu sulit. Karena museum ini dengan “sarana pendukung” yaitu kawasan kuliner makanan khas Kudus Lentog Tanjung dan Soto Ayam Pak Denuh.

Selain itu, tak jauh dari sana, juga terdapat pusat jenang Kudus Mubarokfood Cipta Delicia dengan produknya yang sudah terkenal hingga ke berbagai Negara seperti Brunai, Malaysia, Abu Dhabi, Arab Saudi, Singapore bahkan Amerika.

Namun niatan itu, tidak akan berarti tanpa adanya dukungan dan perhatian pemerintah setempat dan tentu saja oleh persatuan perusahaan rokok yang ada.

Pendek kata, sinergitas antara pemerintah daerah dan pengusaha rokok kretek menjadi sesuatu yang wajib dilakukan, agar mewujudkan kudus sebagai pusat wisata kota kretek, tidak lagi sekadar wacana.

Rosidi,

Warga Kudus, Editor buku “Kudus Menjawab Tantangan Global”




0 komentar:

Template Design | Elque 2007