Jumat, Januari 18, 2008

PEDAGANG CINDERAMATA BOROBUDUR KIAN TERPURUK

Dari Perjalanan ke Borobudur

Lukisan dan kaligrafi dari bambu itu terlihat sangat indah. Patung – patung dengan berbagai bentuk yang terbuat dari fiber dan gipp, tak kalah menarik untuk dilihat dan dinikmati. Gelang, seruling dan ballpoint dari bambu serta cincin dari monel, juga sangat menawan.

Ya, suasana itu terlihat di kawasan wisata Bodobudur, Magelang Jawa Tengah. Candi, yang dulu, merupakan salah satu dari 7 keajaiban dunia dan telah menjadi tempat rekreasi internasional.

Di sana, banyak para pedagang yang menjajakan souvenir buat para pelancong atau wisatawan baik lokal maupun wisatawan mancanegara. Dari berdagang barang kerajinan seni itu, para pedagang berharap mendapat rizki untuk menyambung nyawa dan bekal mencukupi kehidupan keluarganya.

Dulu, kerajinan seni dari para para pengrajin nusantara yang dijual di kawasan wisata tersebut, sangat ramai. Sehingga para pedagang pun mempunyai penghasilan yang cukup untuk keluarga dan menyekolahkan anaknya.


Sepi

Namun keramaian pengunjung di Borobudur saat ini, tidak lagi bisa diharapkan. Tidak banyak lagi para pengunjung yang tertarik untuk membeli cinderamata di sini. Terutama para wisatawan lokal. Apalagi setalah pemerintah menaikkan harga-harga barang terutama BBM. Ditambah lagi adanya bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini.

“Sekarang sepi. Tidak banyak orang yang membeli dagangan kami. Paling cuma lewat dan lihat – lihat,” ujar Darmadi (52), salah seorang pedagang.

Lelaki yang sudah berdagang sejak 1995 itu, kini kian resah. Pasalnya, ia harus menghidupi keluarganya dan menyekolahkan anak-anaknya. “Sedih, mas. Karena penghasilan tidak menentu. Padahal kerajinan yang kami jual sangat murah.”

Ia menyontohkan, untuk patung kecil dari fiber harganya cuma Rp. 5000. Sedang patung semacam yang terbuat dari Gipp, hanya Rp. 3000. Galar, hiasan dinding dari bambu bertuliskan kaligrafi atau lukisan, hanya Rp. 4000. “Murah, kan?” katanya dengan nada tanya.

Lesunya pasar seni kerajinan di kawasan wisata candi Borobudur, itu diakui oleh Muslimah (29). Ibu satu anak dan istri dari Wakid (35) yang sehari – hari menjadi petani ini mengatakan, sekarang tidak banyak wisatawan yang membeli souvenir, apalagi wisatawan domestik.

“Setelah ada kenaikan BBM dan bencana beberapa waktu lalu, pasar seni dan kerajinan yang banyak dijual, semakin sepi," keluhnya.


Butuh perhatian

Lesunya pasar seni dan kerajinan di kawasan wisata candi borobudur dan kawasan wisata lain yang ada di Indonesia, harus segera disikapi dan dicarikan solusi. “Selama ini pemerintah hanya mengurusi masalah lapak atau tempat berdagang saja,” ujar Darmadi yang diamini para pedagang lain.

Untuk itu, ke depan, pemerintah harus lebih memperhatikan dan tidak hanya mengurusi masalah lapak saja. Masalah promosi juga menjadi hal yang harus menjadi perhatian agar pasar seni internasional bergairah kembali. (J) Rosidi


0 komentar:

Template Design | Elque 2007