Rabu, Januari 09, 2008

Riwayat Simpang Tujuh Menjelang Pilkada

Oleh Zamhuri



Hari Minggu atau libur yang cerah, di kawasan Simpang Tujuh Kudus, sejak pagi buta habis subuh, ramai didatangi oleh masyarakat Kudus dan sekitarnya. Mereka datang satu per satu atau bergerombol menuju kawasan tersebut umumnya untuk melakukan aktifitas olahraga pagi, jalan atau lari pagi. Bagi yang menginginkan jalan sehat di bagian pinggir bagian dalam lapangan terdapat fasiltitas seperti terapi akupuntur yang berbentuk jalan bergerigi dari batu kerikil yang tertata rapi sepanjang lingkaran lapangan. Bagi yang suka lari biasanya memakai jalur bagian pinggir paling luar lapangan. Ada juga masyarakat terutama anak-anak dan remaja menggunakan tengah lapangan untuk bermain sepak bola, walau ada larangan untuk tidak bermain sepak bola di tengan lapangan.
Bagi kelompok anak-anak muda melakukan aktivitas nongkrong di sekitar lapangan atau sudut lain kawasan simpang tujuh, untuk melakukan aktifitas "olah raga mata" (cuci mata). Seakan ada magnit, makin lama makin banyak masyarakat yang datang, sehingga bisa repot untuk melakukan olah raga, jalan atau lari harus hati-hati, karena situasi makin ramai dan padat. Selain hari minggu atau libur, kawasan simpang tujuh, memang menjadi alternatif tempat rekreasi olah raga bagi masyarakat, tetapi volumenya tidak seramai di hari Minggu atau libur.
Fenomena ini, bisa juga kita jumpai di kota-kota lain yang memiliki fasilitas serupa yang berbentuk alun-alun di tengah kota. Misalnya di kawasan alun-alun Kota Pati, Kota Solo dan Kawasan Simpang Lima Semarang, masyarakat melakukan aktifitas olahraga di pagi hari. Aktifitas rekreasi olah raga pagi ini sangat positif dan dalam jangka panjang sangat menyehatkan tubuh.
Hal ini untuk menyeimbankan padatnya aktifitas masyarakat kota yang sehari-harinya memiliki "tradisi sibuk bekerja". Menurut Sarwono Waspadji, ahli penyakit dalam dari divisi Metabolik-Endrokinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, kebiasaan masyarakat kota yang sibuk bekerja dan kurang berolahraga dapat memicu terjadinya gangguan psikosomatik. Dari riset yang dilakukan di daerah Jakarta, perubahan gaya hidup orang kota dengan sibuk bekerja, kurang olah raga dan pola makan yang tidak sehat, selain psikosomatik, juga mudah terserang penyakit anemia, nyeri persendian dan diabetes. Gangguan psikosomatik masyarakat kota ditandai dengan perasaan cemas dan depresi teruatama bagi perempuan. Untuk menghidari gangguan kesehatan di atas dianjurkan menerapkan pola makan bergizi seimbang dan aktifitas olahraga fisik secara teratur.
Olah raga gratis, mudah, dan praktis ya jalan atau lari pagi. Karena itu, sangat tepat dan beralasan bila Bupati dan jajaran Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Kudus mendesain kembali kawasan simpang tujuh tiga tahun silam, yang konon menghabiskan anggaran sekitar 800 juta rupiah, karena sangat bermanfaat bagi masyarakat. Selain olahraga, aktifitas sosial lain sering diadakan di kawasan ini, seperti pentas seni, upacara bendera, pengajian yang mendatangkan ribuan orang atau kegiatan lainnya.
Lebih bagus lagi, kalau tidak ada asap kendaraan bermotor yang berlalu lalang pada hari-hari tententu untuk mendukung rekreasi olahraga massal tersebut. Wah ini tugas pak polisi. Jika dimungkinkan ada jadwal berkala untuk kawasan simpang tujuh terbebas dari asap kendaraan di waktu pagi karena untuk aktifitas rekreasi olahraga masyarakat Kudus.
Kampanye Alternatif
Bupati, termasuk yang sekarang menjadi calon bupati (cabup), jajaran Pemkab dan stakeholders (pemangku kepentingan) Kota Kudus, bisa rekreasi olah raga bareng masyarakat di hari-hari tertentu. Cabup bisa memanfaatkan momen itu sebagai media penyampai visi dan misi program, "jualan" gagasan dan menyerap aspirasi masyarakat.
Setelah olah raga, diadakah rembugan untuk bertukar rasa dan pikiran membahas segala masalah masyarakat Kudus. Kalau di Kota Solo Wali Kota Joko Widodo dan Wakilnya FX Hadi Rudyatmo, melakukan "ritual" Mider Praja dengan sepede onthel tiap Jum’at pagi untuk menampung aspirasi "Wong Solo", di Kudus bisa diadakan "rembug praja", setelah lari atau jalan pagi bareng. Bagi cabup bisa berkampanye, mengenalkan diri, dan mengenal lebih dekat dengan masyarakat.
Rembug praja dihadiri segala elemen masyarakat. Sambil rekreasi olahraga, sekalian bertemu dengan pemimpin dan atau calon pemimpin, menyampaikan unek-unek dan aspirasi, tak perlu birokrasi yang mbulet, sederhana saja. Badan bisa sehat, pikiran menjadi tenang, karena masalah sudah ditumpahkan. Kalau lewat wakil rakyat, selain lama karena nunggu proses, biayanya mahal. Kalau belum terbayar, bisa-bisa minta rapalen.
Kegiatan "rembug praja" ini bisa menjadi ajang kampanye alternatif cabup Kudus. Kegiatan ini bisa menjadi model kampanye pemilihan bupati (pilbup) yang murah. Pilbup Kudus, menurut agenda Komisi Pemilian Umum Daerah (KPUD) Kudus digelar akan pada 18 April 2008, bisa menghemat anggaran para cabup. Karena porsi terbesar agenda pilbup adalah kampanye, maka perlu dikembangkan inovasi model kampanye yang murah dan mencerdaskan. Termasuk kegiatan "rembug praja" pagi hari di simpang tujuh bisa jadi alternatif kampanye pilbup. Karena kampanye pilbup yang mahal hanya akan menambah beban ekonomi masyarakat di kemudian hari.
Jadi, ketemu dengan cabup, tidak perlu lagi dengan dalam momen kampanye yang berbiaya mahal. Pembuatan Baliho, spanduk, pamflet, poster dan umbul-umbul yang marak dan mengurangi keindahan pemandangan bisa ditekan. Komunikasi para cabup dan masyarakat tidak lagi terhalang, karena mereka bisa berbaur dan menyatu berembug untuk membangun kota Kudus. Selamat mencoba di pilbup Kudus 2008.


Zamhuri,


staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Muria Kudus.

0 komentar:

Template Design | Elque 2007