Rabu, Januari 09, 2008

BANJIR DATANG, SAATNYA JADI RELAWAN

Hawa panas dan asap yang mengepul dari Dapur Umum di samping Gedung Olah Raga (GOR) Kudus itu membuat pori-pori Ibu-ibu yang sedang bertugas memasak, berkeringat. Sesekali, mereka menyeka keringat dari keningnya. Letih dan lelah tak bisa disembunyikannya. Namun begitu, mereka tetap ceria dan sesekali bercanda ria satu sama lain.
Hawa dingin karena hujan yang baru saja reda, tak dipedulikannya. Di bawah tenda yang tidak cukup besar itu, mereka terus memasak. Karena ribuan nyawa para korban banjir yang lapar, menanti dengan harap. Dan dari dapur umum itulah, kebutuhan makan dan minum sehari-hari para korban banjir itu tercukupi.
Kesibukan juga terlihat di halaman GOR. Dengan beralaskan tikar, ibu-ibu itu membungkus nasi dengan lauk ala kadarnya yang selesai dimasak. Dengan cekatan jari-jari lentik para perempuan yang merelakan waktunya untuk keluarga itu harus tersita, untuk membantu saudara sesama yang sedang terkena musibah banjir.
Kerumunan para pengungsi dan anak-anak korban banjir serta relawan-relawan yang bertugas, menambah ramainya suasana di luar gedung yang dijadikan tempat pengungsian para warga korban banjir. Sementara di halaman GOR, nampak tenda-tenda relawan dan posko bantuan dari berbagai perusahaan dan organisasi juga nampak.
Ya, sejak Kamis (27/12/2007) lalu, banjir menggenangi beberapa kawasan di Kudus dan sekitarnya. Beberapa Desa yang terkena banjir diantaranya Desa Kalirejo, Medini, Babalan (Undaan), Karangturi, Mejobo dan Payaman.
Banyak para relawan yang turun tangan membantu para korban banjir. Tim SAR, Kepolisian, TNI, Organisasi-organisasi massa dan kepemudaan. Namun, siapa yang pernah memperhatikan perjuangan mulai para juru masak di dapur umum, yang harus lelah untuk menyiapkan makan bagi para korban banjir itu?
24 Jam
Seringkali tak terbayangkan. Bahkan tidak terlintas sama sekali. Padahal betapa sangat berjasanya mereka. Perempuan-perempuan yang bertugas bertugas di dapur umum, memasak nasi bagi para korban bencana alam tersebut. Mereka lah yang berjuang, agar para korban tersebut tidak kelaparan.
Senin (31/12/2007) lalu, misalnya. Mereka yang bertugas di dapur umum itu harus masak untuk sekitar enam ribu pengungsi dari berbagai titik korban banjir di Kudus. "Dapur umum ini memasak selama 24 jam," kata Marjin, koordinator dapur umum dari RT 3 RW IV Wergu Wetan Kota Kudus.
Pengakuan Marjin ini di benarkan oleh Ny. Suparyoto, isteri Camat Kota. "24 jam itu kita bagi dalam beberapa shift. Setiap shift ada sekitar 15 sampai 20 petugas," kata Bu Camat yang saat itu sedang membungkus nasi bersama para relawan lain di halaman GOR.
Relawan dapur umum ini, berasal dari berbagai organisasi dan warga sekitar. Pak Marjin, misalnya, adalah kordinator RT 3 RW IV Wergu Wetan, yang tidak jauh letaknya dari GOR tersebut. Sementara Ibu Suparyoto, mengkoordinir Ibu-ibu PKK dari berbagai kelurahan yang ada di wilyah kecamatan Kota.
Selain Pak Marjin dan Ibu Suparyoto, ada juga Ibu Suaji. Dia merupakan koordinator dari isteri-isteri angota Polri (Bhayangkari) yang ada di Kudus. "Kebetulan Saya dipercaya untuk mengkoordinir teman-teman bhayangkari," ujar isteri anggota Polsek Jati ini.
Selain dapur umum yang ada di GOR, kesibukan di dapur umum juga terlihat di halaman kantor Dinas Pariwisata dn Kebudayaan (Disparbud) Kudus. Selain ibu-ibu yang bertugas memasak nasi, sebagian ibu-ibu yang lain dibantu oleh mahasiswi dari STAIN Kudus dan Universitas Muria Kudus (UMK), mengupas bawang merak dan bumbu lain untuk memasak.
"Kita harus selalu siap. Karena nasi-nasi ini bukan untuk pengungsi yang ada di GOR sini saja. Tetapi untuk para korban banjir yang ada di tempat lain," terang Ibu Sunari, relawan dari PMI Cabang Kudus.
Lelah tak bisa ditutupi oleh ibu-ibu yang bertugas memasak di dapur umum untuk korban banjir tersebut. Namun begitu, mereka ikhlas melakukannya. "Ya, seneng bisa membantu sesama. Membantu orang-orang yang lagi kesusahan karena musibah," kata Ny. Supatoyo.
Sementara itu, mereka yang terkena musibah banjir juga bersyukur karena sudah dibantu meringankan beban mereka. Sebagaimana yang dikatakan Ibu Tuminah dan Suparni, pengungsi yang saat ini sedang membantu kesibukan di dapur umum. "Alhamdulillah, mas, kita sudah dibantu meringankan beban ini." [J] Rosidi


Dimuat Suara Merdeka
9 Januari 2008

0 komentar:

Template Design | Elque 2007