Senin, Desember 31, 2007

Semakin Langka, Kerajinan Bambu di Jepang

Kerajinan membuat Besek, Ekrak, Tumbu, Kepang, tumbu gula merah dan anyaman bambu lainnya, kini semakin terdesak oleh barang-barang yang berfungsi sejenis yang terbuat dari plastic yang diolah secara modern. Di Kudus, kerajinan bambu ini selama beberapa kurun menjadi home industry masyarakat di Desa Jepang, Kecamatan Mejobo.
Kondisi ini dikarenakan semakin langkanya bambu , yang membuat ongkos produksi membuat kerajinan tradisional ini semakin mahal. “Preng (bambu) cilik wae regane iso wolungewu,” kata Ujud, salah satu pengrajin Kepang dan tumbu gula merah dengan bahasa Jawa. .
Kondisi demikian, membuat para pengrajin hanya membuatnya jika ada pesanan saja. “Yen ono pesenan yo nggawe. Yen ora ono yo ora,” kata Bapak lima anak ini menambahkan.
Hal sama dirasakan oleh salah satu pengrajin Kepang lain. Mbah Joko, pengrajin tersebut, mengaku membuat Kepang kalau ada pesanan saja. “Nek ora ono pesenan, yo reng sawah,” katanya.
Pengrajin Besek nasibnya memang lebih baik. Karena pengrajin biasanya perempuan yang lebih banyak di rumah daripada pengrajin Kepang yang kebanyakan laki-laki. Tetapi secara kuantitas, tetap menurun.
Ibu Supik, misalnya. Ibu tujuh anak ini yang sehari-hari berprofesi membuat Besek setelah pekerjaan rumah selesai. Namun biasanya, ia dibantu oleh kedua putrinya setelah pulang dari bekerja di pabrik.
Meski saat ini masih ada orang-orang yang bias membuat kerajinan bambu ini, namun dikhawatirkan 5 sampai 6 tahun ke depan, kerajinan ini akan musnah jika tidak diperhatikan. Selain karena sudah ada barang-barang produk modern, juga tidakadanya generasi yang nguri-nguri (menghidupkan) dan meneruskan kerajinan tradisional ini.
Haruskah kerajinan ini diklaim sebagai milik Negara tetangga dulu, baru kita rebut mempertahankannya?

0 komentar:

Template Design | Elque 2007